Meita Bos Daycare Segera Diadili di Kasus Penganiayaan Balita merupakan judul dari sebuah artikel kami kali ini. Kami ucapkan Selamat datang di socialnewswatch.com, Wawasan Anda, Dunia Anda. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas soal Meita Bos Daycare Segera Diadili di Kasus Penganiayaan Balita.
Jakarta – Meita Bos Daycare Segera Diadili di Kasus Penganiayaan Balita. Meita Irianty (37) alias Tata Irianty bakal segera di adili terkait kasus kekerasan terhadap anak di Daycare Wensen School Indonesia (WSI). Polisi telah melengkapi berkas perkara Meita dan melimpahkannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok.
“Selasa, 1 Oktober 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Depok telah menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap 2) atas nama Meita Irianty alias Tata, binti Erlan Pujiono, dari penyidik Polres Metro Depok, di mana sebelumnya terhadap perkara tersebut telah di nyatakan lengkap oleh JPU,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok M Arief Ubaidillah dalam keterangannya, Selasa (1/10/2024).
Meita di lakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Cilodong, Depok. Saat ini, Jaksa tengah melengkapi surat dakwaan untuk segera di limpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Depok.
“Selanjutnya terhadap tersangka Meita Irianty, di lakukan penahanan oleh JPU selama 20 hari di rutan Cilodong. Kemudian JPU akan mempersiapkan kelengkapan administrasi berkas perkara untuk segera melimpahkannya ke Pengadilan Negeri Depok untuk disidangkan,” ucapnya.
Dia mengatakan Meita di sangkakan melanggar Pasal 80 ayat (2) atau Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sekilas Kasus Meita Irianty
Polisi menetapkan Meita Irianty, pemilik daycare Wensen School sekaligus influencer parenting, sebagai tersangka kasus penganiayaan balita berusia 2 tahun dan bayi 8 bulan. Polisi menyebut motif Meita menganiaya bayi dan balita adalah kesal lantaran anak rewel.
“Ya, karena beliau masih sakit ya, kita masih berkutik pada motif yang kemarin. Beliau yang katanya anaknya rewel sama nakal,” kata Kapolres Metro Depok Kombes Arya kepada wartawan, Selasa (6/8).
Polisi mengatakan Meita mengaku kesal karena kedua korban rewel dan nakal. Hal itulah yang mengawali Meita melakukan kekerasan.
“Maka, jadi sehingga pelaku ini nampak melakukan kekerasan terhadap korban. (Berawal dari anak rewel jadi kesal) Berdasarkan penuturannya begitu,” tuturnya.
Atas perbuatannya. Meita di kenai UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 80 ayat 1 dan ayat 2 dengan ancaman maksimal 5 tahun.
LPSK Beri Perlindungan ke 11 Orang di Kasus Meita
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga telah memberikan perlindungan kepada 11 orang terkait kasus Meita Irianty (37) ini. LPSK menilai perlunya perlindungan dalam kasus ini karena dua korban adalah anak-anak.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mengungkapkan bahwa 11 orang yang menerima perlindungan LPSK. Terdiri atas 2 korban (anak), 1 pelapor (ayah korban), dan 8 saksi (pengasuh) di WSI.
“Kami memahami pentingnya perlindungan dalam kasus ini, mengingat dampaknya terhadap korban yang masih berusia anak-anak dan perlu di pulihkan. Selain itu, juga penting untuk melindungi para Saksi yang telah dan akan terus berkontribusi dalam pengungkapan perkara guna mendukung upaya penegakan hukumnya.” kata Antonius dalam keterangan yang di terima, Jumat (20/9).
Perlindungan yang Diberikan
Perlindungan tersebut di berikan berdasarkan putusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa (17/9), yang di hadiri oleh tujuh komisioner LPSK.
Antonius mengatakan delapan terlindung yang berstatus saksi mendapat program pemenuhan hak prosedural dan dua di antaranya mendapat rehabilitasi psikologis. Pemenuhan hak prosedural di berikan meliputi pendampingan dalam proses hukum dan rehabilitasi psikologis dalam mendukung upaya pemulihan kondisi psikologis para saksi.
Adapun dua korban yang merupakan anak mendapat perlindungan berupa fasilitasi restitusi. Sementara satu pelapor mendapat perlindungan pemenuhan hak prosedural.
“Di perlukan penguatan pengawasan agar perkara serupa tidak terjadi lagi. Kita ketahui bahwa usia anak adalah masa perkembangan penting dan Anak termasuk kelompok rentan yang mengalami kekerasan,” ungkap Antonius.
Dalam proses penelaahan permohonan perlindungan. LPSK berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Kota Depok, UPTD PPA Kota Depok dan RS Mitra Keluarga Depok. Hal ini di lakukan untuk menghimpun keterangan, asesmen kebutuhan Terlindung dan layanan yang sudah di berikan oleh lembaga terkait.
Saat ini proses hukum terhadap pelaku masih berjalan. LPSK berkomitmen untuk terus mendampingi para korban dan saksi guna memastikan keadilan dapat di tegakkan.
“Kasus ini juga mencerminkan pentingnya peningkatan pengawasan terhadap tempat penitipan anak, di tengah kebutuhan daycare yang meningkat,” pungkas Antonius.